![]() |
Prof Dr drg Ristya Widi Endah Yani MKes mampu
menjadi profesor di usia 42 tahun. Setiap hari gowes dari rumah ke tempat
kerjanya.
|
Umurnya
masih muda, wajahnya selalu ceria. Setiap hendak berangkat ke Fakultas
Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Jember, dia selalu naik sepeda angin. Bukan
hanya ingin sehat, tapi juga untuk mengurangi polusi udara.
Ristya adalah perempuan yang dikukuhkan
sebagai guru besar bidang Ilmu Kedokteran Gigi Masyarakat dari FKG. Di usianya
yang masih 42 tahun, ia sudah menjadi profesor. Pencapaian itu bukan hal yang
sulit baginya. Sebab, Ristya dikenal sebagai sosok yang sangat rajin di kampus.
“Padahal, cita-cita saya dulu jadi guru,
karena suka anak kecil,“ katanya. Apalagi keluarganya berprofesi sebagai
seorang guru. Namun, takdir mengubah keinginannya menjadi dosen.
Perempuan kelahiran Pasuruan, 5 April 1977,
ini menghabiskan masa kecilnya di sana. Sejak SD hingga SMA, mata pelajaran
kesukaannya adalah biologi. Pada tahun 1994 silam, dia melanjutkan studi di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Ristya tercatat sebagai mahasiswi yang
ulet dan tekun. Dia juga merupakan mahasiswi dari Prof Dr drg Herniyati M Kes.
Ketekunannya dalam belajar mengantarkannya menjadi dosen di kampus tempatnya
belajar.
Tak puas hanya lulus dari S-1, dia
melanjutkan studi S-2 dan S-3 di Universitas Airlangga. Tak butuh waktu yang
lama, S-2 ditempuhnya selama 1,8 bulan. Studi doktoral ditempuh dalam 2,6
tahun. “Saat kuliah di Surabaya itu, polusi udara begitu parah,” ungkapnya.
Saat itulah, dia ingin mengubah keadaan
itu menjadi lebih baik. Tahun 2015 lalu, dia mulai menggunakan sepeda angin untuk
berangkat ke tempat kerjanya. Hal itu dilakukan sampai sekarang. Empat tahun
lamanya tak pernah putus.
Kini, dia aktif bergabung dalam empat
komunitas sepeda di Unej. Mulai dari komunitas Tegalboto 37 Cycling Club. Free
Line Club, Ring The Bell Club, dan Bike to Work Club. “Bersepeda tak hanya
menyehatkan, tapi juga menghilangkan stres,” ucapnya.
Hari ini, Ristya juga dikukuhkan menjadi guru besar dalam bidang ilmu
kesehatan gigi masyarakat. Penelitiannya tentang karies rampan
dan kurang gizi pada balita. Menurut dia, karies rampan berpotensi menjadikan
anak kurang gizi. Sebab, anak kurang gizi tak hanya berasal dari kekurangan
makanan bergizi, namun juga dari kesehatan gigi.
Dia menjelaskan, kesehatan gigi anak kurang
mendapat perhatian para orang tua. Padahal, memiliki peran penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Karies gigi parah yang tidak terawat menyebabkan anak
susah makan, adanya infeksi, dan adanya gangguan tidur yang bisa menghambat
kerja hormon pertumbuhan. Selain itu, juga ada gangguan metabolisme, sehingga
semua itu bisa menyebabkan anak kurang gizi. Jika berlangsung terus-menerus,
tidak menutup kemungkinan akan terjadi gizi buruk.
Untuk itulah, perlu adanya kesadaran orang
tua agar kesehatan gigi balita diperhatikan. Yakni dengan meningkatkan
pendidikan kesehatan gigi pada masyarakat, melalui lembaga pendidikan, posyandu,
usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS).
EmoticonEmoticon