Anak-anak buruh migran
saat bermain ular tangga internet sehat dalam kegiatan pasar lumpur di Ledokombo, kemarin.
|
Anak buruh migran kerap dikirimi gawai yang bagus
oleh orang tuanya dari luar negeri. Sayangnya, mereka belum bisa menggunakan
gawai dengan cerdas, termasuk orang di
sekelilingnya. Ada kekhawatiran disalahgunakan.
“Mak, saya dapat buku,” kata Diana
memberikan buku yang didapat dari bermain ular tangga internet sehat di
lapangan polo lumpur Komunitas Tanoker Minggu 25 Maret 2018 lalu. Setelah itu, anak tersebut
kembali ke tempat bermain bersama temannya.
“Empat loncatan, satu, dua, tiga, empat,”
ucap Silviatul Hasanah, siswi kelas V SDN Sumberlesung 1 Kecamatan ledokombo
sambil melompat, setelah itu membacakan kalimat yang terdapat di bawahnya. Lapor segera
kepada guru atau orang tua jika tahu atau terkena cyberbullly.
“Jadi kalau adek-adek yang ada yang dibully
di media sosial, harus segera melaporkan pada orang tua atau gurunya ya,” kata
Zainul Hasan menjelaskan makna dari masing-masing kotak di ular tangga
tersebut. Kotak ular tangga tersebut
diisi dengan kalimat cara cerdas bermedia sosial.
“Batasi penggunaan internet dan
lakukan aktivitas bersama, seperti olahraga,” tambah Nurul
Ayuni usai melompat. Zainul pun menjelaskan makna dari kata-kata tersebut,
yakni tidak boleh berlebihan menggunakan internet, harus bersosialisasi dengan
teman-temannya.
Ketika melempar dadu berikutnya, Nuril
Ayuni yang juga siswi SDN V Sumberlesung 1 mendapati kotak dengan pesan
negatif. Yakni klik sembarangan banner di web, akhirnya dia turun tangga dan
mendapati kalimat, banner web yang tidak jelas bisa membawa kita ke situs
negatif.
Bila dadu dapat kotak yang memberikan
pesan positif, maka akan naik tangga. Namun sebaliknya, bila mendapati kotak
dengan pesan negatif, akan turun. Misal, mendapai kotak dengan tulisan orang
tua yang bijak, dampingi anak di internet, maka akan naik tangga. Namun bila
mendapati kotak bertemu dengan orang baru kenal di sosmed, akan turun ke kota
bisa jadi orang yang baru dikenal adalah penjahat.
Anak-anak merasa ceria dengan permainan
tersebut. Bagi mereka yang menyelesaikan mendapat hadiah buku tulis. Tak heran,
mereka berlomba-lomba bermain ular tangga yang digagas oleh Relawan TIK Jember.
Para relawan itu melatih anak-anak
komunitas tanoker agar belajar internet secara sehat. Tidak mudah terpengaruh
dengan konten negatif yang ada di media sosial. Mengajari anak-anak agar
menjadi pengguna internet yang bijak.
Apalagi, anak-anak tersebut merupakan
anak yang ditinggal orang tuanya pergi bekerja ke luar negeri. Sedangkan orang
tuanya, mengirimkan gawai untuk putra-putrinya. “Padahal orang-orang
disekitarnya belum jadi smart user,” tambah Ulil Albab, ketua relawan
TIK Jember.
Menurut dia, anak yang menggunakan gawai seringkali tidak diawasi oleh orang tuanya. Sebab, pengguna internet masih belum pada tahap smart user, namun gawainya yang cerdas. Padahal, ancamannya jelas, berupa pornogragi, hoax, pedofilia dan lainnya.
DI Jember, kata Ulil, mayoritas anak usia
produktif sudah menggunakan gawai. Bila
tidak diajari cerdas berirnternet, khawatir terjerumus pada hal yang tidak
diinginkan. “Setiap kami sosialisasi ke sekolah, 80 persen sudah punya gawai,”
akunya.
Untuk itu, relawan TIK mengajak
para guru agar peduli ketika siswanya menggunakan internet. Guru memiliki peran
penting untuk mencegah anak dari membuka situs negatif. “Kami melakukan
menyebarkan Internet cerdas kreatif dan produktif,” tambah mahasiswa semester
VI Universitas Muhammadiyah Jember tersebut.
Tak hanya itu, orang tua juga dilibatkan
agar juga mengawasi anaknya. Sebab, beberapa anak di Ledokombo melihat gawai ibunya saat tidak
dipakai. Bahkan, melihat pemberitahuan facebook saat berbunyi. “Saya ga
punya facebook, tapi lihat facebook ibu,” aku Silviatul Hasanah.
Untuk itulah, Orang tua juga dilatih agar
bisa mendampingi anaknya. Relawan TIK
Jember juga hendak membuat aplikasi untuk memfilter konten gawai
yang dipegang anak-anak. Sehingga bisa dipantau dan tidak menyalahgunakan.
Suporahardjo, pendiri Komunitas Tanoker
menambahkan Tanoker menyediakan ruang, bagi anak desa, terutama anak buruh migran berbaur. Harapannya, anak-anak
yang ditinggal orang tua itu menjadi kepedulian bersama, baik tokoh masyarakat,
guru dan warga sekitar.
Mereka yang ditinggalkan orang tuanya dalam masa tumbuh
kembang. Perkembangan dari sisi psikologi, budaya dan lainnya diharapkan bisa
bisa terpenuhi. Tanoker hadir agar bisa menjadi wadah bagi mereka untuk
berkembang.
Selama ini, pengasuhan anak buruh migran
dilakukan oleh keluarga terdekat. Mulai dari kakek-nenek, paman dan lainnya. Agar
pendidikan bagi mereka maksimal, tanoker membentuk sekolah bok-ebok, sekolah
bapak-bapak dan sekolah kakek sebagai wadah parenting.
Sekarang, tambah Ciciek Farha, istri dari
Suporahardjo yang juga pendiri Komunitas Tanoker, kecanggihan teknologi
sudah mampu memberikan solusi agar orang tua bisa mengasuh anaknya dari luar
negeri. “Tanoker sedang menggodok pengasuhan anak dari luar negeri,” katanya.
Yakni mencari cara agar komunikasi antara
orang tua yang berada di luar negeri dengan anaknya bisa terjalin efektif.
Komunikasi yang efektif dan bisa diterima dengan baik oleh orang tua dan anak.
Meksipun orang tua di luar negeri dibatasi dalam menggunakan gawai.
Komunikasi efektif itu mampu menyembuhkan
luka batin akibat hubungan buruk. Syarat
komunikasi efektif meliputi rasa
empatik, yakni mengerti dulu daripada
minta dimengerti. Kemudian, tidak membantah dan tidak menyalahkan serta fokus
pada masalah.
“Dulu belum terpikirkan, padahal sangat penting, yakni hubungan anak dengan orang tua,” paparnya. Padahal sangat penting karena sudah didukung dengan kemajuan teknologi informasi. Bahkan hampir semua masyarakat sudah memiliki handphone. “Tapi riset kami, banyak yang tidak efektif,” tuturnya.
Ciciek berharap agar jarak jauh antara
anak buruh migran dan orang tua tidak
memperburuk kualitas pengembangan anak. Sebab, banyak yang mengirimkan uang
untuk anaknya, tetapi dimanfaatkan dengan kegiatan yang tidak baik. Hal itu
bisa menjadikan anak manja.
“Anak dihubungkan dengan guru ngaji, guru
sekolah dan lainnya,” tuturnya. Sebab
masalah yang terjadi pada anak tidak hanya bisa diselesaikan oleh pengasuhnya.
Tetapi membutuhkan semua orang sehingga bisa melakukan kontrol. Termasuk
mendatangkan relawan TIK untuk melatih anak berinternet dengan bijak.
EmoticonEmoticon