![]() |
Prof Haris saat berada di rumahnya, dia jgua pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli |
Usianya masih muda, berumur 40 tahun. Namun semangat
mencari ilmu dan mengabdi lebih panjang dari usianya. Sebab, mampu menjadi
profesor termuda di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).
Sekarang, M Noor Harisudin, pengasuh Ponpes Darul
Hikam Mangli itu sudah menjadi guru besar id bidanga ushul fiqh. Pria kelahiran
Demak itu ditetapkan menjadi profesor ketika masih berumur 39 tahun. Tentu
saja, butuh perjalanan panjang bagi Haris untuk mencapainya.
“Ini semua berkah mengabdi di NU dan pesantren,”
katanya. Baginya, mengabdi menjadi panggilan jiwa yang tidak bisa ditinggalkan.
Bahkan walau harus mengorbankan materi dan non materi. Pengabdiannya itu
terinspirasi dari para kiai yang telah berhasil mendidiknya.
Prof Haris merupakan putra
ketiga dari enam bersaudara pasangan
HM Asrori dan Hj. Sudarni. Kedua orang tuanya mendidik Haris dengan ilmu agama. Kemudian
dilanjutkan dengan mencari ilmu pada para kiai Demak.mulai dari Kiai
Hamdan, Kiai Umar, Kiai Fadlol, dan lainnya.
Saat itu, dia menembuh pendidikan di MI
Sultan Fatah tahun 1984-1990. Lalu di bangku MTs
NU Demak tahun 1990-1993. Semangatnya mencari ilmu
terus membara, dia menjadi santri di di
Pondok Salafiyah Kajen Margoyoso Pati Jawa Tengah pada 1993-1996.
“Di pondok itu saya juga sekolah Madrasah Aliyah Salafiyah Kajen,” ujarnya. Disana, Haris menimba ilmi pada kiai alim, seperti Kiai Sahal Mahfudz, Mbah Dullah Salam, Kiai Muhibbi, Kiai Faqihudin, Mbah Wahab, Kiai Asmui, Kiai Masrukin.
Tak selesai disitu, haris terus merasa haus dengan
ilmu. Dia melanjutkan pengembaraannya ke
Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah
Sukorejo Situbondo. Disana, dia melanjutkan kuliah di Fakultas Syariah pada tahun 1996-2000 sekaligus kuliah di Ma’had Aly
Situbondo.
Disana, dia belajar banak hal pada
para kiai sepuh seperti
alm KH. Muchith Muzadi, KH. Afifudin Muhajir, alm KH.
Hasan Abdulwafi, alm
KH. Wahid Zaini, Prof. Sjehul Hadi Permono SH, MA, KH. Hariri Abdul Adzim, Prof. KH. Said Agil
Siraj, MA, Prof. KH. Said Agil Munawar,
MA, KH. Dailami, KH. Maksum, KH. Muhyidin Khotib, Ust. Imam Nakhoi, MA dan lainnya.
Haris belajar tentang keragaman ilmu dari
masing-masing kiai tersohor di pesantren. Dari KH Maimun Zubair belajar Ushul Fiqh, dari alm KH Muchit Muzadi
belajar cara bermasyarakat,. “Semua kiai punya spesifikasi sendiri,” ujarnya.
Setelah itu, Haris melanjutkan S2 dan S3 pada tahun
UIN Sunan Ampel Surabaya. Di kampus inilah, dia dilatih menjadi akademisi yang
tidak pernah berhenti menulis. Dia belajar
pada Prof.
Ridwan Nasir, MA, Prof. Masdar Hilmi,
Ph.D, Dr. KH. Ahmad Imam Mawardi, MA, Prof Toha Hamim, Ph.D, Prof. Nur Syam,
M.Si, Prof Bisri Efendi, MA, Prof. Ahmad Zahro, MA dan sebagainya.
Meskipun memiliki kesibukan yang cukup padat, suami
dari Robiatul Adawiyah ini selalu mengabdikan dirinya untuk umat. Dia menjadi pengasuh
di Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember. Sebagai Katib Syuriyah PCNU
Jember (2014-2019), Sekretaris YPNU Jember yang menaungi Universitas Islam
Jember (2015-2020).
Kemudian, Wakil Ketua Lembaga
Ta’lif wa an-Nasyr PWNU Jawa Timur (2013-2018), Wakil Ketua Lembaga Dakwah NU
Jawa Timur (2018-2023), dan Wasekjen Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan
Tinggi Swasta Indonesia (2017-2021).
Selain itu, dia juga merupakan penulis produktif.
Sampai sekarnag sudah mengarang sekitar 20 buku, dua jurnal jurnal internasional
terindeks bereputasi, sepuluh jurnal terakreditasi dan tiga puluh
lebih jurnal berskala nasional.
Pencapaian menjadi guru besar itu bukan titik akhir.
Namun tahap awal untuk terus mengabdikan diri pada masyarakat yang lebih luas.
Tak hanya di tingkat nasional, namun juga internasional.
Sebarkan Fiqh Nusantara ke Dunia
Internasional
Disela mengajar mahasiswa dan para santrinya, Prof
Haris juga kerap mengisi pengajian di berbagai majlis taklim hingga mengisi di
luar negeri, seperti Taiwan. Materi yang disampaikan tentang fiqh nusantara.
Awal Januari 2018 lalu, dia berangkat ke Taiwan
memenuhi undangan para PC istimewa NU Taiwan. Disana, dia berdakwah pada para
TKI dan menerangkan tentang fiqh nusantara. Cara mengatasi persoalan yang dialami
oleh para buruh migran.
Hari ini, Haris dikukuhkan sebagai guru besar ilmu
ushul fiqh di Gedung Kuliah Terpadu (GKT) IAIN Jember. Dia menyampaikan makalah
berjudul fikih nusantara: metodologi dan kontribusinya pada penguatan NKRI dan
pembangunan sistem hukum di Indonesia.
Haris mengatakan Fiqh nusantara itu merupakan fiqh Indonesia. Term kembali menguat dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang Jawa Timur. Tema yang diangkat tentang Islam Nusantara yang di dalamnya terdapat Fikih Nusantara.
“Namun secara
faktual saya belum menjumpai diskusi yang serius tentang Islam Nusantara,
apalagi Fikih
Nusantara. Aroma politik yang demikian kuat pada saat Muktamar mengakibatkan wacana Islam
dan Fikih
Nusantara menjadi terpinggirkan,” paparnya.
Pasca Muktamar,
terma ini menjadi perbincangan yang menarik secara akademik, di dalam dan luar negeri. Prof Haris sebagai
ahli ushul fiqh juga menjadikan fiqh nusantara sebagai kajian. Dia membawanya
dalam berbagai kajian di dalam hingga luar negeri.
Bahkan ketika diminta menjadi pemateri seminar
nasional hingga internasional. Haris menyampaikan materi tentang Fiqih
Nusantara pada para peserta. Memperkenalkan bahwa Islam Nusantara merupakan
contoh Islam Rahmatan lil alamien.
EmoticonEmoticon