Jimly Ashari saat bertemu dengan Dr Syeikh Belaid Hamidi, disaksikan oleh direktur kaligrafi dunia, dr
Halid Eren dan Ustaz Abdullah Abdul
Futaini, ketua jamiiyah khatat Saudi
Arabia
|
Kaligrafi sudah menjadi bagian yang tidak terpisah dari santri Ponpes
Darussholah ini. Ketekunan dan kesabaran mengantarkannya berprestasi hingga
tingkat internasional. Karyanya kerap lolos dalam berbagai pameran.
Pria
berkacamata itu sudah menekuni ilmu kaligrafi sejak masih menjadi pelajar. Di
pesantren, dia memilih mengembangkan kemampuan seni Islam. Butuh waktu panjang untuk menjadi mahir di bidang
kaligrafi.
Sekarang,
santri yang akrab disapa Jimly itu sudah menebarkan ilmunya pada santri yang
lain. Terbaru, karya muridnya berhasil lolos dalam ajang pameran kaligrafi di
Museum Sharjah Dubai. “Beberapa bulan lalu saya diminta buat hiasan mushaf di
Malaysia,” katanya.
Jimly
juga sudah memiliki murid ditingkat nasional dan internasional. Cara belajarnya
secara offline dan online. “Saya sempat meraih juara lima lomba
IRCICA di Turki tahun 2016 lalu,” akunya.
Juara
di tingkat lokal seperti juara tiga MTQ nasional mahasiswa di
UI Jakarta, juara satu kaligrafi dalam festival arobi di Malang. Bahkan, pada
2017 lalu, Jimly mampu meraih juara harapan dua khat naskhi di festival
kaligrafi Asean di Jombang.
Prestasi tersebut bukan hal yang baru. Sebab, sudah
meraih puluhan prestasi di bidang kaligrafi. “Sampai lupa ada berapa prestasi,”
tutur pria kelahiran 6 Juni 1993 tersebut.
Dalam
belajar kaligrafi, Jimly patut menjadi teladan. Ketelitiannya dalam mengukir
huruf membuat karya-karyanya terlihat indah. Baginya, belajar Kaligrafi
membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Butuh keuletan dan kesabaran agar bisa
menguasainya,” tegasnya.
Jimly
bercerita, awal proses hingga di tingkat
internasional berawal saat dirinya belajar pada seniman dan kaligrafer
asal Malang, yakni ustaz Bambang. “Ilmu dari beliau saya bisa ikut pameran ke
Algeria,” akunya alumni IKIP PGRI Jember tersebut.
Setelah
itu, lanjut dia, belajar ke beberapa
guru lainnya dari luar negeri. Yakni Ustzaz Belaid Hamidi dari Maroko dan
ustaza Ehab Thabet Ibrahem dari Palestina. “Semua ilmu dari mereka saya dapatkan dari pembelajaran online,” tuturnya.
Jimly
belajar pada ustas Ehab Ibrahem Thabet Palestina sudah mencapai waktu lima 5 tahun. Sampai sekarang proses pembelajaran kaligrafi masih tetap
berlangsung. Karena belajar tidak boleh berhenti
meskipun sudah bias, harus tetap diasah.
Putra
dari Suprapto dan Susilatin tersebut juga belajar pada ustad Ehab
Ibrahem.padahal, tak mudah untuk menjadi muridnya. Namun Jimly merasa bersyukur
bisa menjadi murid ustaz asal Palestina tersebut. “Ini rezeki saya, tak banyak
yang dijadikan oleh murid beliau,” ujarnya.
Jimly
menambahkan dalam belajar kaligrafi,
perlu memahami bentuk tiap huruf sehingga memerlukan kesabaran yang ekstra
dobel. Namun, ketika sudah memahaminya, belajar kaligrafi tidak akan mudah untuk
dilepaskan. Karena mengetahui seluk
beluk rahasia, bentuk dan goresan kaligrafi.
“setiap huruf memiliki rahasia yang berbeda-beda. Rahasia itu akan diketahui jika belajar kaligrafi pada ahlinya,” jelasnya.
Menurut
dia, menulis kaligrafi sama dengan kegiatan seni lainnya. Membutuhkan inspirasi
agar bisa dituangkan dalam bentuk karya. Membutuhkan pikiran yang segar. Ketika
inspirasi itu datang, maka harus segera dituangkan ke atas kertas agar ide itu
tidak hilang.
Ide kadang muncul ketika melihat sesuatu yang indah, unik dan lucu.
Bahkan juga datang ketika mendengarkan ayat
Alquran atau hadist. “Kadang juga dari pepatah atau syair arab yang memiliki
makna bagus,” ucapnya.
Sukses
dalam meraih prestasi, Jimly membagikan tips belajar kaligrafi. Pertama,harus sabar. Karena belajar kaligrafi
bukan hanya belajar tentang estetika atau keindahan saja. Tetapi juga belajar melatih kesabaran yang sesungguhnya.
“Ketika belajar Alif, harus benar-benar lurus sesuai dengan contoh yang sudah
paten,” akunya.
Kedua,
harus berani mencoba meskipun berulang kali salah. Bisa menulis kaligrafi karena terbiasa. Ketiga
harus istiqomah dan dispilin. “tantangan
hanya melawan kemalasan,” imbuhnya. Malas sering menghampiri saat mood dalam berlatih mulai melemah.
Cara
mengatasinya, kata dia, dengan menyegarkan
kembali ide-ide untuk berkarya, misal melihat karya-karya kaligrafi para master.
“Sehingga muncul motivasi baru untuk terus berkarya,” tandasnya.
EmoticonEmoticon