![]() |
Foto-foto Bagus Supriadi: Sampah yang dikumpulkan di tempat penampungan sementara. Sampah ini dikelola sehingga menghasilkan uang lalu dikelola oleh koperasi untuk kesejahteraan anggota. |
Sampah yang menghasilkan, yakni sampah yang dipilah lalu
ditukar dengan sembako. Bahkan, bila ada warga yang membutuhkan sembako, mereka
bisa meminjam dulu lewat koperasi bank sampah ini. Lalu membayarnya dengan
sampah yang telah dikumpulkan.
Kegiatan mengumpulkan
sampah ini dilakukan oleh sebagian warga Perum Taman Gading Kecamatan Kaliwates
Kabupaten Jember. Warga RT 6 RW 40 memiliki kebiasaan
yang baik untuk mengurangi sampah. Yakni dengan memilah sampah organik dan non
organik.
Ketika ada kegiatan, mereka tak memesan air kemasan
atau nasi kotak. Namun membawa wadah sendiri. Tujuannya agar tidak ada sampah. Upaya
para perempuan di perumahan ini untuk mengurangi sampah berhasil. Tak hanya
untuk menjaga lingkungan, namun juga mensejahterakan warganya.
Semua itu berawal pada tahun 2016 lalu. Saat Mira
Christina Erviati pulang ke rumahnya di Pasuruan. Disana dia melihat
pengelolaan sampah melalui bank sampah. “Saya terinspirasi dari ibu saya di
Pasuruan yang mengumpulkan sampah,” katanya saat ditemui di rumahnya, di
Perumahan Taman Gading nomor AF 15.
Saat itu, dia
mulai tergugah ketika kali kedua pulang kerumah asalnya. Semangat awal adalah
untuk menambah penghasilan dari menjual sampah. Sebab sampah yang dipilah dan
dikumpulkan bisa ditabung menjadi uang.
![]() |
Ciptakan lingkungan bersih dan asri dengan mengelola sampah. |
Darisanalah, Evi berani memulai untuk mengajak warga
agar mengelola sampah. Pengelolaan itu dilakukan melalui koperasi yang
dibentuknya. Dia mengawali dengan ajakan menambahkan penghasilan.
Warga yang diajak adalah ibu-ibu perumahan. Setiap
akhir bulan, seringkali membutuhkan dana untuk belanja. “Awalnya saya tanya
pada Dinas Lingkungan Hidup bagaiaman caranya mendirikan bank sampah, browsing di internet hingga survey ke bank
sampah Pakusari,” ujarnya.
Perempuan kelahiran 19 Februari 1980 itu juga mendatangi
pengepul sampah untuk bertanya harga dan sampah yang diterima. Seperti
kertas, plastik keras, kardus dan lainnya. “Yang pertama saya tawarkan warga RT
6,” tuturnya.
Beberapa warga mulai tertarik dengan tawaran Evi
karena bisa menghasilkan. Yakni menabung dengan sampah. Sejak itulah,
anggotanya terus bertambah setiap saat. “Pendekatannya lewat ekonomi, karena
kesadaran tentang lingkungan masih belum terbangun,” tambahnya.
Dalam perjalanannya, ada yang tidak sabar memilah
sampah. Ada warga yang tidak memiliki waktu untuk mengelola sampah miliknya.
“Sekarang ada 48 anggota yang tergabung dalam koperasi bank sampah ini,”
akunya.
Lulusan Universitas Brawijaya itu tak menyerah. Dia terus mengembangkan bank sampah yang diberi sahabat ibu. Satu persatu, warga mengirim sampa pada perempuan yang akrab disapa Evi ini. Uang hasil penjualan sampah itu dikumpulkan dalam koperasi dan diwujudukan menjadi sembako.
“Ada juga yang mengambilnya dalam bentuk uang,” tutur
istri dari Nurul Hidayat tersebut. Namun ketika para ibu-ibu itu
sedang kehabisan uang belanja. Mereka bisa mengambilnya dalam bentuk sembako
yang dibutuhkan, seperti beras, gula atau minyak.
Evi bersama para aktivis bank sampah terus mengembangkan daur ulang sampah. Namun
tak semudah yang dibayangkan. Butuh proses yang tidak sebentar. “Kami daur
ulang tapi tidak rutin,” ujarnya.
Hal itu karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
dan waktu yang dimiliki oleh para ibu. Daur ulang yang pernah dihasilkan,
seperti menjadikan tutup botol sebagai tempat sampah. Selain itu, juga membuat
tas dari sampah plastik. “Proses daur ulang, kita masih tahap belajar,” akunya.
Tak hanya itu, mereka juga mencoba mengelola sampah
organik. Namun tidak berhasil karena kurang maksimal. “Terlalu banyak nasi,
sehingga tidak berhasil,” tutur perempuan berkerudung tersebut.
Kendala lain yang dihadapi adalah jadwal pengambilan
sampah yang tidak rutin. Sebab harus menunggu mobil pengepul sampah untuk
mengambilnya. Ketika mobil pengepul sampah libur, maka sampah tidak bisa
diambil waktu itu juga.
![]() |
Suasana perumahan yang lebih tertata dengan baik melalui koperasi bank sampah |
Kendati demikian, upaya bank sampah menjaga lingkungan
itu mulai terasa. Sebab volume sampah yang dihasilkan oleh warga semakin
berkurang. Tolak ukurnya adalah penelitian mahasiswa yang menemukan kesimpulan,
49 persen sampah rumah tangga berkurang.
Untuk itu, Evi terus mengembangkan bank sampah
tersebut tidak hanya di perumahan Taman Gading. Tetapi hingga keluar. Yakni
dengan menambah bank sampah baru di beberapa perumahan lain, tak hanya di
kawasan tempat tinggalnya. “Yang kirim sampah kesini ada yang dari luar, mulai
dari Kebonsari hingga guru SMAK Santo Paulus,” akunya.
Dari bank sampah itulah, muncul kampung recycle.
Kampung yang mengintegrasikan pada pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan
lingkungan dengan mengelola sampah. Membangun sarana yang menunjang kebersihan
lingkungan.
Selain itu, juga sarana literasi untuk mencerdaskan
warga. Kemudian, wadah untuk kewirausahaan sehingga kemandirian bisa dibangun
secara berkelanjutan.”Sekarang kami membangun tempat penyimpanan sementara
sampah,” pungkasnya.
Pengambangan koperasi melalui kampung recycle dan literasi itu untuk memperkenalkan koperasi digital, koperasi zaman now kepada generasi milenial. Sebab, koperasi dan generasi milenial harus menyatu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Generasi milenial yang melek teknologi digital harus dilibatkan dalam pengembangan koperasi.
EmoticonEmoticon