foto foto Bagus Supriadi: Sampah yang ada di Pulau Nusabarong. Meskipun kawasan cagar alam, namun tempat ini masih terdapat sampah plastik |
Setiap 22 April, selalu diperingati hari bumi di seluruh dunia. Momentum ini menjadi wadah untuk terus berbuat merawat lingkungan. Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Sebab, persoalan sampah yang mudah ditemukan di berbagai
tempat. Terutama di kawasan laut, sudah
menjadi problem yang mengancam
keberlangsungan kehidupan dan keseimbangan alam. Untuk itu, perlu kesadaran
bersama untuk menjaga lingkungan.
Sampah plastik menjadi pemandangan buruk di beberapa
pinggir pantai di Jember, seperti di pulau Nusabarong. Meskipun kawasan ini
merupakan cagar alam yang tidak boleh didatangi oleh masyarakat, namun sampah
masih ditemukan di bibir pantai.
“Ini memang fenomena yang menyedihkan,” kata pengamat lingkungan dari Universitas
Jember, Hari Sulistyowati. Menurut dia, hal itu terjadi karena kesadaran
warga membuang sampah dengan tertib
masih sedikit. Mereka tidak tertib dalam
membedakan sampah organik dan non organik.
Selain itu, kata dia, belum ada kebijakan yang tegas untuk mengatasi dan
memfasilitasi persoalan sampah itu. Bahkan, industri pengolahan sampah plastik
untuk mengurangi sampah plastik masih belum ada. Sampah masih belum bisa
dikelola sehinga menumpuk.
Fenomena maraknya sampah itu, lanjut dia, terjadi sejak
revolusi industri. Yakni dengan berkembangkan makanan dan minuman dalam kemasan
plastik. Sampai sekarang, kemasan makanan banyak terbuat dari plastik.
Untuk itu, kata dia, perlu sosialisasi secara kontinyu
untuk membentuk kesadaran warga. Sebab, Mereka belum sadar dengan lingkungan
yang tercemar oleh sampah.
Penyebab lain, lanjut dia, ada peningkatan permintaan
makanan dan minuman kemasan plastik. Kemudian, industri pengolahan dan recycle
sampah plastik masih sangat terbatas
terkait kapasitas produksi.
Selain itu, kebijakan
pembatasan penggunaan plastik dan pengelolaan sampah plastik secara
terpadu belum ada. Penegakan hukum
terhadap pelanggaran terkait pembuangan sampah juga tidak ada.
Perempuan yang akrab disapa Hari itu menjelaskan tentang
bahaya sampah bagi kehidupan, terutama laut itu sendiri. Sampah plastik di laut
tidak mudah terdegradasi. Dampaknya. menghalangi pergerakan air, organisme dan
penetrasi cahaya yang mengganggu layanan ekosistemserta jarring-jaring
makanan di laut.
“Jika tertelan oleh organisme dapat mematikan organisne perairan laut,” jelasnya.
Selain itu, keindahan laut akan
berkurang seiring dengan maraknya sampah. Hal itu bisa memicu pencemaran.
Dia menyarankan agar pemerintah perlu menerapkan kebijakan
untuk menekan sampah ini. Melalui pendidikan, pendidikan dan pembelajaran serta
penyediaan sarana-prasarana utk sampah plastik. “Mereka juga bisa kampanye
bahaya plastik,” ujarnya.
Kampanye untuk melakukan pengurangan penggunaan plastik.
Cara lain adalah dengan konversi plastik
denagn bahan yang ramah lingkungan. “Pemerintah bisa menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan plastik, “ paparnya.
Sementara itu, Nur Hadi, Direktur Konservasi Alam Indonesia
Lestari (KAIL) Jember menambahkan persoalan sampah dilaut akan berdampak pada
kesejahteraan di lingkungan. “Seperti munculnya penyakit,” tuturnya.
Untuk itu, perlu pengembangan sampah agar bisa dipilah
antara organik dan non organik. Sejauh ini, kata dia, kondisi pantai di Jember
memang ada yang tercemari oleh sampah. Namun tidak separah di daerah lain.
“Misal pantai Bandealit yang masih cukup terjaga,” ujarnya.
Sebab, akses yang tidak mudah dijangkau oleh masyarakat. Kalaupun ada sampah, dibawa dari arus lain. Kendati demikian, perlu ada edukasi tentang pengelolaan sampah dan menjaga kelestarian lingkungan. “Sebab sampah tidak akan terurai meskipun puluhan tahun,” pungkasnya.
EmoticonEmoticon