![]() |
Pagar yang terbuat dari ecobricks karya para santri Alfalah Desa Karangharjo Kecamatan Silo Kabupaten Jember |
Bagi
kamu yang pernah menempuh pendidikan di pesantren, sampah plastik menjadi
persoalan yang cukup serius. Sebab, banyak makanan dan minuman yang dibeli
dibungkus dengan plastik. Sampahnya kemudian ditumpuk lalu dibakar.
Lalu,
bagaimana bila santri itu mencapai ribuan. Bayangkan, setiap hari ada ribuan
sampah yang dikumpulkan dan dibakar. Tentu akan menimbulkan masalah baru di
bidang lingkungan. Tak hanya polusi udara, namun juga menghasilan zat yang
berbahaya bagi manusia.
Untuk
itu, perlu solusi yang nyata guna mengatasi permasalahan ini. Sebab, jumlah
pesantren tak sedikit. Jumlah santri beragam, mulai dari ratusan hingga ribuan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan sampah plastik itu
menjadi barang bermanfaat.
Seperti
yang dilakukan oleh Santri Ponpes
Alfalah Desa Karangharjo Kecamatan Silo. Pesantren ini memiliki sekitar 1000
santri. Setiap tahunnya jumlah santri meningkat sebanyak 300. Selaman ini,
sampah plastik tidak dikelola dengan baik, namun dibakar hingga dibuat ke
sungai.
Akibatnya,
muncul persoalan lingkungan baru yang menganggu keseimbangan alam. Mulai dari
banjir hingga munculnya penyakit karena sungai yang dipakai untuk kebutuhan
sehari-hari tercemar.
Fenomena itu membuat para pengurus pesantren sadar tentang
pentingnya menjaga lingkungan.
Mereka pun menggagas gerakan Green Pontren
atau pondok pesantren hijau. Yakni pesantren yang memiliki kepedulian terhadap
sampah, mengelolanya menjadi barang yang bermanfaat. Abdul Halim, Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Alfalah
mulai mencari acara agar sampah itu bisa dikelola. Dia mencoba mewujudkan pesantren yang ramah terhadap
lingkungan. “Kami prihatin. Saat itu,
sampah organik selalu dibuang ke sungai,” katanya.
Pesantren merupakan yang seharusnya memberikan solusi kehidupan
masyarakat, malah memberi masalah lingkungan. Sedangkan pesantren sendiri
selalu mengajarkan para santri untuk menciptakan hubungan harmonis dengan alam.
Pesantren memiliki prinsip kebersihan kebagian sebagian iman.
Namun, masih dipahami secara tekstual, karena belum ada wadah untuk
aktualisasi. Padahal, kebersihan bukan
hanya bersih badan dan pakaian dan bersih hati, namun juga bersih lingkungan.
Tak hanya itu, santri juga menjadi duta pesantren ketika pulang ke
masyarakat. Mereka tak hanya menjadi agen untuk berdakwah di bidang agama.
Tetapi, juga dakwah tentang kepedulian terhadap lingkungan.
Untuk itulah, pesantren melatih para santri membuat ecobrick
seperti yang dilakukan oleh Marimas
Ecobricks. Dia mengundang Hermawan Some, aktivis lingkungan yang juga
Ketua Komunitas Nol Sampah.
Some melatih santri agar memiliki
kemampuan mengelola sampah. Harapannya
keterampilan itu tak hanya bisa diterapkan di pondok, tetapi juga di rumahnya
ketika sudah selesai belajar di pesantren.
“Sampah yang tidak diolah akan membahayakan lingkungan,”
ucapnya. Padahal, banyak metode mengolah
sampah menjadi barang berguna. Seperti menerapkan metode dengan membuat tempat
pembuangan sementara (TPS) re-use, reduce, dan recycle
(3R).
Selain itu, juga ada metode
ecobrick, seperti yang dikampanyekan oleh Marimas Ecobricks. yakni sampah botol yang diisi dengan plastik. Hasilnya,
bisa dibuat jadi kursi, jadi bata dan bisa bertahan puluhan tahun.
Selama ini sampah plastik selalu dibakar. Padahal, berbahaya
karena mengeluarkan dioksin yang kalau terhirup berbahaya bagi kesehatan. Pelatihan
itu diharapkan bisa ditiru oleh pesantren lain.
Sebab pengolahan sampah tidak hanya bisa menghasilkan uang, namun
juga ada biaya yang bisa dihemat. “Kalau lingkungan bersih, warga tidak mudah
sakit, sehingga tidak perlu berobat,” tutur Some.
Bahkan, kata dia, hitungan
bank dunia, Indonesia mengalami kerugian 67 triliun karena sampah dan sanitasi
tidak diolah dengan baik. Artinya, kalau sampah tidak diolah, ada pengeluaran
uang Rp 165 ribu per orang” akunya.
Marimas Ecobricks Perlu Melatih Santri
Pelatihan
membuat ecobricks itupun tak sia-sia. Seperti pelatihan yang dilakukan oleh marimas ecobricks pada masyarakat. Wali santri yang mengirim anaknya tak hanya membawa makanan. Tapi juga sampah
plastik bagi anak-anaknya.
![]() |
Jadwal penyelenggaraan pelatihan ecobricks yang diselenggarakan oleh Marimas |
Tujuannya
agar sampah itu dibuat menjadi ecobricks. Hasilnya, santri sudah bisa membuat
pagar dengan bahan ecobricks. Hal ini menjadi solusi yang nyata dalam pengolahan
sampah yang saat ini sangat membahayakan.
Upaya
marimas melalui marimas ecobricks menjadi
solusi masalah lingkungan. Kesadaran perusahaan seperti yang dilakukan oleh marimas
ecobricks harus ditiru oleh perusahaan lain. Hal ini sebagai bentuk tanggung
jawab terhadap lingkungan.
Marimas ecobricks melatih karyawannya hingga memiliki 44
trainer ecobrick merupakan prestasi yang membanggakan. Masyarakat mengapresiasi
hal tersebut karena memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan.
Hanya
saja, marimas ecobrick perlu goes to
pesantren untuk melatih para santri membuat ecobrick. Tak kalah penting, memberikan
kesadaran tentang pentingnya merawat
lingkungan dari hal sederhana, seperti mengelola sampah.
Marimas ecobricks juga solusi pengolahan sampah di pesantren
bila datang kesana. Sebab, kendala yang dihadapi, tak mudah mencari orang yang
memiliki kemampuan dalam melatih membuat ecobrick. Apalagi, produk marimas
kerap dikonsumsi oleh para santri.
Bila
pelatih marimas ecobricks mencetak
pelatih di satu pesantren di setiap kabupaten. Lalu ditebarkan pada pesantren
lain, maka pahala akan teurs mengalir.
Sebab, mampu memberikan solusi bukan hanya pada lingkungan, tapi juga
pendidikan.
EmoticonEmoticon