Perpaduan Salaf dan Modern
Suasana Pondok Pesantren Al Mubarok yang terletak di
Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat sedikit berbeda dari biasanya. Sebab, para
santri yang sedang menjalani aktivitas puasa tersebut hendak mengaji tafsir al
Qur an di Masjid. Kegiatan tersebut berbeda dengan tahun sebelumnya, yakni
pulang kerumah ketika puasa.
Namun, kali ini mereka memiliki kegiatan yang lebih
berpahala, yakni mengkhatamkan kitab tafsir
jalalain. Kegiatan santri di pondok
pesantren tersebut merupakan keputusan bersama antara pihak pesantren dengan
wali santri agar berpuasa di pondok selama 17 hari.
Pondok pesantren tersebut bermula
dari musholla kecil yang didirikan oleh Kiai Haji Umar Fadhil pada tahun 1952. Tanah
yang dijadikan tempat belajar al Qur an tersebut merupakan amal jariah dari
masyarakat ketika pindah dari Madura. “Jadi warga sekitar belajar al Qur an di
surau itu,” kata kiai Haji Yusuf Faruq, pengasuh pondok pesantren tersebut.
Foto Bagus Supriadi: Para santri sedang menanti kedatangan kiai sambil mutholaah |
Namun, pada tahun 1960, surau tersebut diubah
menjadi masjid setelah mengamali perdebatan yang cukup lama dengan para ulama
di Kalisat. Karena, proses perubahan menjadi masjid tersebut dikaji dengan ilmu
Fiqih terkait jarak bolehnya
mendirikan masjid.
Ketika kiai Umar fadhil meninggal pada tahun 1970
dengan usia yang cukup lama, yakni 125 tahun. Menantunya, Kiai Haji Umar Faruq,
mendirikan pesantren dengan tujuan syiar agama Islam. “Kiai Umar Faruq asalnya
dari Pamekasan,” ujarnya.
Kondisi sosial masyarakat
Glagahwero, Kalisat saat berdirinya pesantren cukup memprihantinkan. Sebab,
beberapa kelakuan masyaraktnya sangat jauh dari nilai-nilai keislaman, seperti
berjudi dan mabuk. Sehingga, kehadiran pesantren tersebut menuai pro kontra.
“Karena mereka khawatir perbuatan maksiat tersebut terganggu,” tambahnya.
Namun, keberadaan pesantren terus
berlanjut walau banyak masyarakat yang iri. Selain itu, para santri yang hendak
menimba ilmu agama semakin berdatangan. “Waktu itu, jumlah santri saat baru
berdiri sekitar 13, tapi sekarang sudah ratusan” imbuhnya.
Kemudian, pesantren tersebut diberi
nama dengan Al Mubarok karena terinspirasi dari salah satu ayat al Qur an. Ayat
tersebut, apabila dibacakan disuatu tempat, makan akan memberikan barokah.
“Dengan nama tersebut, diharapkan berdirinya pesantren bisa barokah,” jelasnya.
Ponpes Al Mubarok terus berkembang seiring
banyaknya santri yang hendak mengaji. Kegiatan para santri dimulai sebelum
waktu shubuh tiba, yakni sholat Tahajjud. Kemudian sholat berjaam hingga
pengajian kitab kuning. Beberapa kitab yang dikaji yakni tafsir jalalain, Safinatunnajh, aqidatul awam dan kitab lainnya.
Namun, perkembangan zaman yang pesat
menjadi tantangan bagi pesantren untuk mengimbanginya. Hingga pada tahu 1981,
dibuka lembaga formal dari Mts hingga MA. Sejak lembaga tersebut berdiri,
santri putri juga berdatangan untuk mondok sekaligus sekolah.
Berdirinya lembaga formal tersebut
merupakan terobosan baru untuk memadukan salaf dan modern Ponpes. Dengan tujuan
meningkatkan kualitas dan mewadahi pendidikan masyarakat.
Masyarakat sekitar pun merasakan manfaat berdirinya
pesantren tersebut, baik secara ekonomi maupun pendidikan. Mereka terbantu
dengan adanya lembaga formal untuk menyekolahkan putra-putrinya. “Selain itu,
ekonomi mereka semakin maju karena membuka usaha perdagangan,” Kata H M Umar
Hasibullah, kepala pesantren Al Mubarok.
Meskipun begitu, Pondok Pesantren memiliki tantangan
yang cukup besar ke depan. Sebab, kemajuan tekhnologi sudah tak terbendung
lagi. Begitu pula dengan maraknya budaya barat yang tersebar. “Jadi budaya yang
tidak baik tersebut harus di filter ketika masuk pesantren,” terangnya.
Suasangan Pengajian di dalam masjid |
Sebagai
ketua Ponpes, dia berharap agar pesantren yang telah cukup lama berdiri bisa
tetap berkhidmah kepada masyarakat, agama, bangsa dan negara. “Sehingga kami
bisa mendidik generasi bangsa yang berkarakter sesuai dengan Islam dan
Indonesia,” pungkasnya.
EmoticonEmoticon